Monday, November 24, 2008

Makna Kotbah Dalam Kehidupan Jemaat

SARASEHAN MAJELIS DALAM HAL BERKHOTBAH

GKJ Cilacap, 22 Maret 2007
Gereja Kristen Jawa Cilacap
(Anggota Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia)
Jl. Dr. Wahidin 38 Cilacap

“MAKNA KHOTBAH DALAM KEHIDUPAN JEMAAT”
Oleh: Pdt. Yosafat AW, SSi

I. PENDAHULUAN
Khotbah adalah kegiatan yang menyatu dalam kehidupan bergereja dan dipakai sebagai sarana untuk memelihara iman warga gereja agar senantiasa tetap setia kepada keyakinan keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kita mengamati bahwa selain Majelis, warga awam juga sering ditunjuk untuk mengemban tugas ini. Oleh karena berbagai sebab dan keadaan maka pengkhotbah dalam kehidupan jemaat tidak semua mempunyai dasar-dasar ilmu teologi atau ilmu khotbah.
Dengan minimnya pengetahuan dasar tersebut maka pengkhotbah bisa terjebak oleh bahaya-bahaya dalam berkhotbah. Misalnya rasa putus asa dan perasaan tertekan oleh karena kurang percaya diri dalam melaksanakan tugas dan mengenai apa yang disampaikan dalam khotbah. Atau lebih berbahaya lagi jikalau pengkhotbah terlalu percaya diri akan khotbahnya sehingga kebenaran Allah menjadi tertutup oleh pemikiran-pemikiran yang disampaikan. Untuk menghindari hal itu ada baiknya pengkhotbah menyadari bahwa dia hanyalah alat untuk memberitakan tentang kebenaran dan kemuliaan Allah, sehingga tidak akan terjadi pergeseran tujuan. Perlu diingat juga Firman Tuhan dalam Yakobus 3:1; “Janganlah banyak orang diantara kamu mau menjadi guru, sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat”. Hal tersebut untuk mengingatkan supaya sesorang selalu rendah hati ketika memberitakan Firman Allah.
Namun selain ada bahaya dalam khotbah, khotbah juga memiliki kemuliaan tersendiri bagi orang yang mengemban tugas ini. Kemuliaan khotbah terjadi pada manusia yang dalam segala ketidakpatuhan dan kebodohannya dapat dipakai untuk berkhotbah memberitakan kabar baik dari Allah di dalam Kristus Yesus, dipakai Allah menjadi alat keselamatan bagi manusia.
Dengan demikian sangat penting bagi setiap pengkhotbah untuk mengetahui tentang seluk beluk khotbah dan syarat-syarat seorang pengkhotbah agar supaya bahaya dalam khotbah dapat dihindarkan. Namun yang lebih penting adalah pengkhotbah ketika dia berdiri di mimbar mengemban amanat Allah melalui majelis gereja, ia memahami dan yakin dengan apa yang dilakukannya, yaitu berkhotbah – pekerjaan yang mulia.

II. KHOTBAH DAN PENGKHOTBAH
A. Apakah khotbah itu?
Secara umum khotbah diartikan sebagai sebuah aktifitas yang didalamnya seseorang memberitakan kabar kesukaan kepada sesamanya. Lebih jelasnya, khotbah adalah memberitakan kabar kesukaan atau Injil perihal kebenaran Allah bahwa Allah telah menyelamatkan manusia. Kalau pembicaraan lebih focus pada pengarang ternama, perkara politik, dan pokok yang hangat maka hal semacam ini dinamakan hanya pidato saja, karena hanya merupakan hasil pemikiran si pembicara sehingga hal semacam ini sekali-kali tidak boleh dinamakan berkhotbah. Yang berhak diberi gelar kehormatan sebagai pengkhotbah Injil adalah mereka yang berbicara perihal kebenaran Allah.
Dari hal diatas kita ketahui bahwa pusat dari khotbah adalah kebenaran Allah, bukan berpusat pada diri si pengkhotbah, dia hanya sebagai pemberita saja (alat). Khotbah didasarkan pada Injil Allah dan ditujukan untuk kebaikan orang lain.

B. Siapa dan bagaimana seorang pengkhotbah?
Berkhotbah itu suatu tugas yang mulia karena menghantarkan Firman Allah, oleh karena itu siapakah yang patut memangku jabatan yang demikian? Untuk tugas yang mulia tersebut maka perlu kekhususan bagi sesorang yang akan menyampaikan Firman Allah atau berkhotbah. Pengkhotbah adalah orang yang dikhususkan oleh Allah untuk melakukan pemberitaan Injil, pengkhotbah adalah orang yang menerima kebenaran dari Allah dan menyampaikan kebenaran itu kepada orang lain. Beberapa hal yang berkaitan dengan pengkhotbah;
1. Dipanggil oleh Majelis Gereja
Seorang pengkhotbah adalah orang yang dipanggil dan diberi mandat untuk menyampaikan kabar kesukaan melalui mimbar gereja. Mereka tidak bisa dengan kehendak sendiri berkhotbah di mimbar gereja. Pendeta, Penatua, Diaken, atau warga gereja untuk menjadi pengkhotbah atas dasar panggilan dan diberi mandat oleh majelis. Sebagaimana Yeremia dan Paulus dipanggil Allah untuk menyampaikan kabar kesukaan. Jabatan tangan atau cara lainnya yang dilakukan sebelum dan sesudah pelayanan firman adalah suatu tanda dari penugasan majelis terhadap pengkhotbah.
2. Berbakti kepada Allah dan terbuka terhadap sesama
Pengkhotbah akan dapat menyampaikan dan melakukan khotbah dengan baik jikalau dalam diri pengkhotbah tersebut ada keterbukaan terhadap Allah dan sesama. Terbuka terhadap Allah bahwa ia sungguh-sungguh bergaul dan berbakti dengan Allah sehingga memahami apa yang dikehendaki Allah melalui FirmanNya, kemudian dengan mantap pengkhotbah dapat menyampaikannya kepada orang lain melalui khotbah. Selain itu pengkhotbah haruslah orang yang mempunyai sikap terbuka terhadap sesamanya dalam arti dia mau bergaul dan mau menerima segala bentuk kritikan yang berguna untuk saling membangun. Keterbukaan terhadap Allah dan sesama sangat menolong pengkhotbah agar supaya khotbahnya menjadi bermakna, bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
3. Menjadi dirinya sendiri
Beberapa pengkhotbah oleh karena berkeinginan menjadi pengkhotbah yang tenar maka mereka meniru gaya para pengkhotbah yang sudah tersohor. Namun usaha belum tentu behasil, justru kegagalan yang mereka dapat sebab mereka bertindak tidak sesuai dengan kepribadian mereka sendiri, maka jadilah gaya yang dibuat-buat dan akhirnya justru salah dan menjadi tertawaan orang. Pengkhotbah yang demikian itu sama halnya dengan kera yang suka meniru, dan tabiat suka meniru tersebut yang akhirnya mencelakakan dirinya. Karena itu pengkhotbah harus sadar bahwa sifat-sifat pribadi yang dimiliki masing-masing pengkhotbah adalah perlengkapan karunia Allah dan itu yang layak sebagai alat menyampaikan kabar kesukaan. Pengkhotbah haruslah orang yang menjadi dirinya sendiri, dengan kekurangan dan potensi diri mereka. Dengan demikian pengkhotbah mampu menyampaikan kabar kesukaan dengan penuh percaya diri.

III. MAKNA KHOTBAH DALAM KEHIDUPAN JEMAAT
Dalam Alkitab kita, kata khotbah jarang sekali dipakai, lebih banyak dipakai kata “memberitakan Injil atau mengajar” untuk menunjukkan maksud itu. (Mat.28:16-20, Mark.3:14-15, I Kor.1:17, dll). Khotbah atau pemberitaan Injil, Perjanjian Baru memakai berpuluh kata, namun beberapa kata yang penting diantaranya adalah; kerugma (memproklamasikan, mengumumkan), euanggelion (memberitakan kabar kesukaan), marturia (bersaksi, memberi kesaksian), didaskalia (mengajar), propeteia (bernubuat). Berpijak pada kata-kata yang dipakai untuk menunjuk pada arti pemberitaan firman atau khotbah maka berikut kita dapat mengambil makna dari hal khotbah untuk pendewasaan dan pembangunan kehidupan jemaat.

A. Sebagai kepatuhan utusan terhadap pengutus
Di dalam pemberitaan firman atau khotbah terdapat unsur mengutus dan diutus. Pengkhotbah berdiri di mimbar diyakini sebagai utusan Allah yang dipercaya menyampaikan kabar kesukaan, sedangkan pihak yang mengutus adalah Tuhan Allah melalui Majelis gereja sebagai wakilNya di bumi. Sebagai utusan (pengkhotbah) yang menyampaikan kabar kesukaan dengan penuh rasa tanggungjawab telah menunjukkan kepatuhannya kepada pengutus, yaitu patuh pada Tuhan. Sebagai pengkhotbah (walau ada perbedaan) ia berdiri sejajar dengan utusan-utusan Allah yang lain: dengan nabi-nabi dan rasul-rasul. Seseorang yang memberitakan kabar kesukaan adalah orang yang diutus, sebagaimana dikatakan Rasul Paulus dalam I Kor. 1:14, “Bagaimanakah kita dapat mengabarkan Injil, kalau kita tidak diutus?”.
Oleh karena itu jemaat harus menyadari bahwa ketika berhadapan dengan pengkhotbah mereka berhadapat dengan utusan Allah. Jemaat harus memahami bahwa pengkhotbah diutus Allah untuk menyampaikan kabar kesukaan dari Sang Pengutus, yaitu Tuhan Allah sendiri. Jemaat harus dapat melihat isi atau pesan dari kabar yang disampaikan oleh pengkhotbah, bukan terpaku pada pribadi atau kemampuan pengkhotbah. Dengan demikian jemaat juga menjadi jemaat yang patuh pada Allah oleh karena mau mendengar pengkhotbah. Jemaat terhindar dari sikap menilai kemampuan dan kelayakan pengkhotbah serta mampu menangkap pesan dan maksud Allah yang disampaikan oleh pengkhotbah sebagai utusan Allah.

B. Sebagai pengikat antara jemaat dengan Firman Allah
Khotbah dalam kehidupan jemaat juga dimaksudkan untuk mengikat jemaat dengan Firman Allah agar semakin bertumbuh dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Untuk menjadi jemaat yang demikian maka pembangunan jemaat melalui khotbah atau pemberitaan firman harus bersumber dari Alkitab atau Firman Allah.
Maksud Tuhan memberikan Alkitab kepada jemaat ialah supaya dipergunakan sebagai sumber pemberitaan, sebab Alkitab mengandung isi amanat Tuhan Allah yang harus diberitakan kepada jemaatNya. Alkitab adalah satu-satunya sumber pemberitaan pengkhotbah, ia tidak boleh menyimpang atau melepaskan diri dari Alkitab, khotbah terikat erat dengan Alkitab..
Dengan demikian khotbah mempunyai makna dan tempat yang sangat penting dalam membangun dan mendewasakan jemaat. Jemaat dapat dibangun dan dewasa dalam iman dan perbuatan jikalau mereka tumbuh dan berkembang hanya oleh dasardan ikatan dengan Alkitab Firman Allah.

C. Sebagai pengingat kepada Anugerah Allah
Khotbah harus dapat menunjukkan kepada jemaat bahwa anugerah Allah menjadi pusat dari kehidupan Kristen. Isi khotbah harus dapat mengingatkan jemaat untuk memahami bahwa begitu besar perbuatan-perbuatan Allah yang dilakukan untuk keselamatan manusia. Manusia berdosa telah memperoleh pengampunan dari Tuhan Yang Maha Kasih, karena itu khotbah tidak boleh menempatkan dosa dan hukuman sebagai pokok paling penting dalam khotbah yang disampaikan kepada jemaat.
Khotbah dalam kehidupan jemaat mempunyai peran penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang penuh ucapan syukur melalui bentuk-bentuk nyata hidupnya. Sebab dengan mengingat dan mendasarkan hidup pada anugerah Allah, anggota jemaat bersedia untuk bertobat, meninggalkan dosanya dan hidup sesuai dengan status mereka sebagai orang-orang tebusan Allah, penerima dan pewaris Kerajaan Allah.

D. Memelihara dan membangun iman jemaat.
Walaupun pada kelompok ini mereka sudah percaya dan dibaptis tetapi oleh karena berbagai-bagai masalah penggodaan dan kelemahan manusiawinya mereka tidak bertumbuh dalam iman. Oleh karena itu khotbah kepada orang yang sudah percaya (jemaat) diantaranya adalah; menumbuhkan iman jemaat agar timbul kekuatan untuk bertobat berpaling pada Tuhan, meneguhkan dan membangun iman supaya iman yang sudah tumbuh semakin berkembang dan berbuah, dan mempertahankan iman dari godaan-godaan (dari diri sendiri, lingkungan yang menolak iman Kristen serta pengajaran sesat) yang mengancam ikatan iman jemaat dengan Tuhan Yesus.
Pemberitaan Injil dimaksudkan untuk pembangunan dan kedewasaan jemaat dapat kita tilik melalui apa yang dikatakan oleh Paulus kepada Timotius dalam surat 2 Timotius 3:16: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”. Dengan demikian pengkhotbah dan jemaat harus memahami bahwa khotbah mempunyai peran yang sangat penting bagi pemeliharaan dan kedewasaan iman jemaat sehingga masing-masing bisa menyiapkan diri dengan sungguh.

E. Memanggil manusia kepada pertobatan dan keselamatan.
Kita meyakini bahwa seseorang yang telah menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat telah mendapatkan keselamatan kekal, pun jemaat Kristus sudah mendapatkan keselamatan. Namun jangan sampai anugerah dan status tersebut menjadikan sesorang menjadi egois, menganggap keselamatan menjadi milik pribadi atau kelompok. Keselamatan yang dari Tuhan Yesus adalah keselamatan yang universal, diperuntukkan bagi siapapun juga. Pada kenyataannya, di sekitar kita masih banyak orang yang belum mendengar dan menerima kabar kesukaan dan keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Oleh karena itu pemberitaan Injil melalui khotbah juga bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk mendengar kabar kesukaan tersebut dan pada akhirnya mereka menjadi percaya dan diselamatkan. Pengkhotbah tidak taat sepenuhnya kepada Tuhannya kalau ia hanya mengucapkan khotbah di mimbar saja, hanya kepada mereka yang sudah dibaptis saja, dengan melalaikan mereka yang diluar. Jadi untuk menjadi pengkhotbah yang taat sepenuhnya kepada Tuhan ia harus mengingat mereka yang belum percaya agar melalui khotbah dan kehidupannya mereka terpanggil untuk percaya, bertobat dan menerima keselamatan yang sejati dari Tuhan Yesus Kristus.
Khotbah yang baik dan bermakna hayati sebagai kabar kesukaan kepada setiap manusia di seluruh dunia. Ruang lingkup khotbah adalah dunia, khotbah harus mampu melampaui batas tembok-tembok gereja, mampu masuk ke setiap bagian lorong-lorong dunia. Dengan khotbah yang demikian maka maksud berita kesukaan menjadi genap yakni memanggil setiap orang untuk percaya, bertobat, dan menerima keselamatan didalam Tuhan Yesus Kristus.
hal tersebut kita pahami sebagai tugas panggilan gereja dalam hal kesaksian. Adapun bentuk dan metode khotbah kepada mereka yang belum percaya lebih lanjut dibahas oleh bidang misiologia.

IV. PENUTUP
Demikian telah kita ikuti sedikit hal dasar tentang khotbah yang sekiranya dapat memberikan sumbangan wawasan untuk kita para pengkhotbah gereja dan sebagai Majelis gereja. Dengan harapan semoga sajian yang tidak sempurna ini dapat membawa kita menjadi pengkhotbah yang bertanggung jawab terhadap Tuhan, Jemaat dan sesama. Tuhan Memberkati.

V. KEPUSTAKAAN
1. Abineno, Dr., “Jemaat”, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1987.
2. Abineno, Dr., “Sekitar Teologia Praktika”, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1968.
3. de Jong, Dr., “Khotbah: persiapan-sis-bentuk”, BPK Gunung Milia, Jakarta, 1982.
4. Evan, Wiliam, Dr., “Cara Mempersiapkan Khotbah”, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1983.
5. Ritschl, Dietrich, “Teologi Pemberitaan Firman Allah”, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1990.
6. Rothlisberger, “Homiletika”, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1994.

“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku”.
(Mazmur 19:105)

0 comments: